Siapa
yang tidak kenal Bonek. Bonek adalah komunitas penggembira sepak bola
Surabaya. Mengapa alfaqir katakan penggembira, karena tidak ada ikatan
struktural dengan Persebaya. Mereka hanya terikat secara emosional.
Buktinya, Bonek tidak saja tinggal di Surabaya. Tetapi, di mana-mana di
seluruh Indonesia, khususnya Jawa Timur.
Bonek adalah kependekan dari
bondo nekat. Artinya, berbekal tekad. Seperti diyakini para Bonek. Tanpa
bekal apa pun dia bisa “mengawal” kesebelasan kesayangan mereka ke mana
pun berlaga. Dan, di banyak kesempatan terjadi ekses negatif. Inilah
citra yang melekat pada Bonek.
Benarkah demikian? Bonek
selalu berperilaku buruk?! Tidak seluruhnya benar pernyataan seperti
itu. Bonek juga manusia. Mereka juga memiliki hati nurani dan rasa
kemanusiaan. Di antara mereka yang “cocok”. Mereka memiliki ikatan
persaudaraan yang kuat. Misalnya, antara Bonek dengan Viking,
penggembira bola asal Bandung, yang selalu “mengawal” Persib di setiap
laga.
Tetapi, jangan tanya. Viking
tidak dapat akur dengan The Jack. Juga, antara Bonek dengan Pasopati
(Solo), Arema (Malang), dan LA mania (Lamongan). Mengapa terjadi? Karena
di antara mereka masih belum ada kecocokan.
Sebenarnya yang harus
dibenahi jangan suporternya melulu. Superter itu ibarat daun dari sebuah
pohon yang besar. Apa artinya jika sekadar “menata” daun. Lalu,
membiarkan dahan, ranting, pohon, dan akarnya. Sebab, pokok persoalan
yang sebenarnya adalah pada PSSI.
Di mana PSSI sebagai “input”
persepak-bolaan nasional tidak pernah profesional lagi serius dalam
melakukan tugas pembinaan. Sehingga potensi saling “bermusuhan” tidak
lagi sportif. Namun sudah mengarah kepada ketidak-adilan. Akibatnya,
mereka yang dirugikan membuat “ulah” supaya mendapatkan perhatian dari
PSSI.
Apabila PSSI itu “input”,
maka suporter itu adalah “out put”. “Out put” selalu tergantung dari
“input”. Ditambah lagi “mesin” prosesnya yang tidak bagus. Bagaimana
dapat melahirkan “out put” yang bagus, jika “mesin” prosesnya tidak
bagus. Maka, tepat sekali jika ada gagasan untuk merombak tubuh PSSI.
Sekaranglah saat yang tepat untuk memulai pembenahan PSSI sampai ke
akarnya. Terutama ya harus mengeluarkan siapa saja orang-orang yang
tidak layak diserahi amanah untuk mengelola PSSI. Siapa yang menilai,
biarkan masyarakat sepakbola Indonesia yang melakukan.
Pemerintah/Menpora harus segera menampung aspirasi mereka. Lalu, secara
transparan dan jujur menempatkan orang-orang yang amanah lagi
profesional yang telah disepakati masyarakat sepak bola Indonesia.
Ingat, olah raga yang
memiliki segmen terbesar di negeri ini adalah sepakbola. Sampai-sampai
jam-jam malam kaum muslimin Indonesia tidak lagi dilalui dengan shalatul
lail. Tetapi dihabiskan di depan TV dengan kurratul qadam fil lail.
Sungguh aneh masyarakat kita, jika menunggu waktu shalatul lail. Tidak
kuat. Namun jika menunggu kesebelasan kebanggaannya berlaga, betapa
kuatnya. Malah banyak yang melakukan doping supaya tetap bisa jaga.
Yang harus dibina tidak hanya
Bonek. Tetapi semua insan persepak-bolaan di Indonesia harus
dicerahkan. Bahwa, olehraga sepakbola, adalah sekadar permainan olahraga
yang dituntut sportifitas tinggi. Ada kalah. Ada menang. Karena bola
itu memang bundar. Di samping terus diajarkan mengenai falsafah
permainan sepak bola. Yang orang Suroboyo menyebutnya “bal-balan”.
Sehingga dengan bermain sepakbola, siapa pun yang terlibat semakin:
Iman; Takwa; dan Qurbah kepada Allah ta'ala.
Itulah sebabnya, menurut
alfaqir, yang pertama-tama mendapatkan pembinaan dan pencerahan justru
para pengurus persepak-bolaan. Sebab, para suporter sebenarnya adalah
orang atau komunitas yang ada di luar struktur. Mereka itu sekadar
penggembira. Bergembira jika jagonya menang. Dan, marah jika kesebelasan
yang dijagonya kalah. Sedangkan ekspresi kekalahan dan kemenangan
itulah yang seringkali meminta kurban. Jika masyarakat pecinta bola itu
sadar. Tidak perlu terjadi korban di setiap ada even pertandingan.
Sebuah langkah baik jika
diusahakan untuk menebar pesona secara nasional. Baik para pemain,
pengurus, dan penontonnya; sehingga komunitas persepak-bolaan Indonesia
kembali bergairah. Meski peringkat Bonek naik ke ranking II menurut
penilaian FIFA. Masih menjadi tuntutan sekaligus harapan, bahwa suporter
Indonesia harus menjadi kebanggaan siapa pun secara nasional.
Semua itu bisa diatur,
apabila para tokoh persepak-bolaan mau mendengar setiap masukan dari
masyarakat. Sebab, telah menjadi prinsip umum, bahwa siapa pun tidak
menghendaki jagonya kalah. Dan, setiap manusia yang akalnya waras,
selalu berusaha menjadi pemenangnya.
No comments
Post a Comment